Bismillaah..
Penyakit yang paling sulit disembuhkan dan menurutku adalah sumber dari segala penyakit adalah penyakit hati. Untukku yang memiliki hati yang tidak luar biasa ini, cukup sulit untuk memaafkan orang lain dan tidak membenci. Bukannya tidak bisa, tapi tidak mudah. Selain itu, aku juga masih sering tidak menerima keadaan dan akhirnya membenci apa yang terjadi. Hmm..
Oke, sudah 2018. Tahun ini aku 21 tahun dan itu artinya aku bukan remaja lagi. Aku mulai berpikir bagaimana aku harus mampu mengatur hatiku dan terutama dampak emosi yang aku ekspresikan. Entah sedih, marah, kecewa, atau emosi lain. Aku terinspirasi dari drama korea “High School Love On” (correct me if I’m wrong about the title), di drama itu ada seorang gadis yang tadinya adalah malaikat namun jatuh cinta pada seorang manusia dan dia memutuskan untuk menjadi manusia. Sungguh cerita fantasi. Tapi yang membuat aku terinspirasi adalah, bagaimana gadis remaja itu di-bully habis-habisan, difitnah dan segala bentuk pendzoliman yang lain, namun ia tetap sabar, tidak mengekspresikan emosinya. Dia hanya diam. Seperti perintah Rasul kan ketika kau marah, maka diamlah. Dan yang lebih hebatnya lagi, dia tetap berlaku baik pada orang-orang yang merundungnya. Kemudian, di akhir episode, terungkaplah semua kebenaran dan namanya pun bersih dari fitnah yang menimpanya. Padahal dia tidak melakukan perlawanan, time proves every lil thing, bersabarlah. Kurang lebih begitu pesan moralnya.
Oke, balik ke penyakit hati. Tahun ini (dan seterusnya) aku ingin sekali hidup tanpa kebencian terutama. Aku ingin berdamai dengan masa-masa sulit yang aku alami. Tidak mudah memang, tapi tidak salah sama sekali untuk mencoba. Sedikit-sedikit saja, asal kontinyu. Aku ingin melepas semua rasa benci dan bersahabat dengan semua orang dan semua keadaan. Begini sajalah, semuanya terjadi karena qadarullah dan pasti ada alasannya. Ketika aku tidak menerima apa yang terjadi, sama saja tidak menerima takdir Allah, tidak percaya akan rencana-Nya. Huft, ke mana imanku? Aku berusaha menanamkan prinsip ini agar aku selalu yakin atas semua yang terjadi adalah keputusan Rabb-ku. Tidak mudah, sungguh tidak mudah buatku. Kadang masih bandel, wqwq. Belajar..
Caraku untuk mengurangi kebencian adalah mencoba tidak mendengarkan apapun pembicaraan buruk orang tentangku dan fokus hanya pada tujuan. Kadang aku terlambat menyadari bahwa aku masih bersikap emosional dan akan menyesalinya setelah aku berpikir lebih panjang. Itulah makanya, jangan pernah lupa membawa otakmu ke manapun hatimu pergi. Dan aku masih sering lupa. Hmm..
Oh ya, aku juga masih sering lupa untuk mengingatkan diri sendiri agar menjaga lisan yang bisa saja kan, tanpa sengaja menyakiti hati orang lain. Hm, selain mencoba berhenti membenci, aku juga mencoba sesering mungkin berkontemplasi dengan diriku, mungkinkah yang menimpaku itu adalah memang akibat dari apa yang pernah aku perbuat? Apakah rencana yang aku buat selalu gagal karena aku lalai memercayai rencana-Nya?
Baiklah, 2018 ini aku hanya ingin bersahabat dengan siapapun, dengan keadaan apapun. Tak perlulah mendengar komentar orang lain (semoga saja terealisasi), dan hanya dengarkan nasihat-nasihat pembangun. Cukup yakinkan bahwa semua adalah qadarullah.
Jadi, kesimpulan jurnalku ini adalah… tidak selalu drama korea berdampak buruk tergantung bagaimana cara kita menyikapinya saja. Hehehe.. Dan semoga tahun 2018 penuh dengan kebaikan dan cinta untukku, untukmu juga. Iya, kamu..